mitsubishi

International Market Open

Economic calendar

FOREX

Hukum

Mobil yang dibakar pada kerusuhan Mei 1998 di Medan Bambang Soed/ DR; 2000/05/22. Tempo

Soeharto Tidak untuk Generasi Ini?

Karakter bagaimana yang dibentuk Belanda setelah menjajah Indonesia selama 350 tahun? Jika rata-rata umur orang Indonesia saat itu 50 tahun, maka setelah dijajah dan melewati 7 generasi, orang Indonesia ternyata tidak juga berkarakter seperti orang Belanda. Dari model penjajahan Belanda seperti: penindasan, pembodohan, politik adu domba, sifat rasial, gaya feodal, diskriminasi, dsb., serta dari fakta yang dihadapi sekarang, bisa dikatakan, dominan karakter bangsa ini, dalam kesengajaan yang besar, telah dibentuk di bawah garis standar peradaban Manusia.

Setelah 65 tahun merdeka, karakter itu menjadi warisan yang tidak dapat dihilangkan begitu saja, seakan menyatu dengan genetik manusia Indonesia, seperti diturunkan ke generasi berikutnya, dan hingga kini, bisa disebut, terkandung dalam generasi ke 10, atau dalam 3 generasi, setelah Indonesia merdeka dari Belanda.

Karakter seperti apa sebenarnya yang dibentuk Belanda dan masih terbawa sampai ke generasi 10 ini? Secara awam, anda dan saya bisa membedakan mana karakter yang standar dan mana yang di bawah standar peradaban manusia.

Berlarut-larut dari generasi ke generasi berikutnya bangsa ini, karakter-karakter seperti: sikap rendah diri, mental tempe (mudah putus asa), akrab dengan kemiskinan, hidup tidak higenis, mudah terbawa dalam kecemburuan sosial, mudah dihasut (kelompok masyarakat yang labil), akrab dengan dunia klenik (akibat beban kemiskinan yang berabad-abad), menjilat atasan (akibat persaingan untuk hidup lebih baik), bermental feodal dan senang dijilat (untuk kalangan elit – tentu saja ada sebagian yang tidak), menindas kaum lemah (meski bentuknya mungkin diperhalus), akrab dengan penghianatan (baik terhadap bangsa, secara politis, dan ekonomis), dan sebagainya, seluruhnya atau sebagiannya, jika mau jujur mengakui, karakter-karakter itu masih dominan dalam pribadi bangsa Indonesia saat ini.

Dalam 3,5 tahun, setelah Belanda, Jepang tidak mampu merubah apa-apa, selain menanamkan rasa takut yang berlebihan melalui hukuman pancung kepala bagi mereka yang dianggap salah dan membahayakan tentara Jepang, juga kedisiplinan, kekerasan, berani mati dan pantang menyerah, yang ditanamkan melalui sukarelawan Pembela Tanah Air (PETA) kesatuan militer yang dibentuk Jepang.

Karena itu, dalam banyak kesempatan, seringkali kita menyalahkan Belanda atas keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, lambannya bangsa ini untuk naik disejajarkan setidaknya dengan negara-negara maju di Asia, seperti: Korea Selatan, Singapura, Jepang dan sebagainya.

Setelah Merdeka, Soekarno memimpin bangsa ini selama 23 tahun. Mengumpulkan serpihan-serpihan karakter bangsa yang telah tercabik-cabik dan hampir terkubur rata dengan debu, tanah, dan lumpur negeri ini. Membangunnya kembali menjadi bangsa yang berarti di mata dunia, dipandang dan disegani, karena memiliki harga diri dan martabat. Dalam kepemimpinannya pula pilar-pilar demokrasi ditegakkan, demikian karena patuh pada konstitusi dan dasar Negara yang diakui bersama bangsa ini.

Dia tidak tergiur oleh tawaran hutang bangsa-bangsa besar, karena dia mengerti, hutang tanpa perhitungan yang bijaksana tidak lebih dari penundaan kemiskinan dan kehancuran bangsanya.

Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.

Melalui Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan yang ditanda-tangani Soekarno pada 20 Februari 1967 di Istana Merdeka, secara de facto Soeharto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Dalam Sidang Istimewa, MPRS mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi, dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya. Selengkapnya baca disini.

Meski secara politis ada ketidak-puasan masyarakat khususnya bagi berdirinya dan pembiaran partai politik yang tidak sesuai dengan jiwa kebangsaan Indonesia, semua setuju jika dikatakan Soekarno telah membawa bangsa ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Karena itu semua setuju, bahwa Soekarno diangkat menjadi Pahlawan Nasional, karena dia memang pantas dan layak untuk itu.

Dalam 30 tahun kepemimpinan Soeharto, kita harus jujur mengakui bahwa pembangunan fisik Indonesia telah berkembang pesat. Pembangunan fisik berupa infrastruktur, dan fasilitas moderen untuk kepentingan investasi bisnis dan umum, serta pengembangan usaha-usaha perbankan dan asuransi tentu saja membutuhkan dana besar dan sumber daya manusia yang mahal. Negara yang kaya akan sumber daya alam ini menjadi jaminan paten bagi hutang milayaran dollar demi kesinambungan pembangunan fisik dan ekonomi itu.
Pada saat kejatuhannya, Soeharto mewariskan total hutang luar negeri, per Maret 1998, mencapai 138 milyar dollar AS. Terdiri dari 72,5 milyar dollar AS hutang swasta dengan dua pertiganya jangka pendek, serta sekitar 20 milyar dollar AS jatuh tempo dalam tahun 1998. Pada tahun itu juga tercatat cadangan devisa hanya tinggal sekitar 14,44 milyar dollar AS.

Secara jujur pula kita perlu mengakui bahwa Soeharto secara konsisten membina pembentukan mental masyarakat untuk loyal kepada bangsa dan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 45 melalui implementasi penataran P4 bagi pegawai negeri serta semua yang terkait dengan kepentingan pemerintah. Namun secara jujur pula kita akui bahwa implementasi ini menimbulkan penyimpangan pada kebebasan memilih, dipilih, serta berpendapat dalam penegakkan pilar-pilar demokrasi serta hak asasi manusia.

Istilah memblelo sendiri dicetuskan oleh Soeharto untuk mereka yang secara terbuka melakukan konfrontasi bersuara, berdemonstrasi atau membangkang terhadap kebijakan pemerintah. Demi mempertahankan kekuasaaannya, secara tersirat terjadi sikap menakut-nakuti atau penyebaran rasa takut secara sengaja di dalam masyarakat, khususnya bagi mereka yang tidak patuh dan tunduk pada program-program dan perencanaan pemerintah. Tercatat terjadi penghilangan orang secara paksa dan sengaja melalui cara-cara tertentu di jaman pemerintahannya.

Di penghujung pembaharuan demokrasi era reformasi ini, ketika perubahan sikap mental bangsa Indonesia masih berjalan di tempat, korupsi masih mengakar dalam sikap sebagian besar kepribadian Indonesia, suka menyuap, suka upeti, makelar kasus, merekayasa kasus, kasus yang dipolitisir, kasus yang dikomersilkan, dan segala bentuk KKN yang membawa kepribadian bangsa ini lebih buruk dari standar moral manusia, maka banyak orang menyalahkan Soeharto dan rezimnya dalam penyimpangan bentuk mental dan pribadi bangsa Indonesia.

Pertanyaannya adalah “Pantaskah Soeharto menjadi Pahlawan Nasional?”.
90 tahun lagi generasi 1998 seluruhnya mungkin sudah ada dalam kubur. Saat ini, jelas masih segar dalam ingatan generasi ini tentang ribuan saudara-saudaranya yang hangus terbakar menjadi arang di beberapa pusat perbelanjaan di Jakarta dan sekitarnya, saat kerusuhan Mei 1998. Masih segar juga dalam ingatan kita tentang enam mahasiswa yang mati tertembak pada kerusuhan yang sama. Bukti-bukti lain telah dijabarkan di atas berkaitan dengan pelanggaran HAM berat, korupsi, kolusi, dan nepostisme hingga MPR perlu membuat Ketetapan MPR No XI/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, termasuk mengadili Soeharto dan kroni-kroninya.

Bangsa ini punya banyak peribahasa yang diajarkan semenjak kecil seperti: “Karena Nila setitik, rusak susu sebelanga” atau “Kuman diseberang lautan nampak, Gajah di pelupuk mata tak nampak”.

Bangsa ini juga bangsa pemaaf, selalu lebih senang membicarakan hal-hal yang baik dari kepribadian seseorang, karena itulah yang patut dicontoh.

Karena itu, jika memang akan ada kesan yang baik, yang bisa dipelajari, yang bisa ditiru, bila Soeharto diangkat menjadi Pahlawan Nasional maka tidak ada alasan untuk menolaknya. Tapi itu bisa terjadi, mungkin, tidak untuk generasi ini.

Baca juga:

Mengupas Konspirasi
Indonesia di tengah pembangunan pilar-pilar demokrasi, konspirasi dirajut bak sarang laba-laba dilatarbelakangi motif mempertahankan kepentingan politis partai, golongan dan perorangan.


Polisi Tidak Tertarik dengan Kasus Kecil?
Tepatnya 10 hari yang lalu pencuri masuk ke halaman rumah tanpa tanda kerusakan pagar, kecuali gembok yang ikut raib, dan kerusakan jendela akibat dibuka secara ...

Pernyataan maaf Nari bukan sesuatu yang mudah dan sederhana untuk diungkapkan. Butuh kebesaran Jiwa dan daya yang sangat besar untuk memulainya. Bagi saya Nari masih jauh ... 

Awas! Perampok Mobil Nekat!
Jika anda baru saja memiliki mobil baru melalui dealer tertentu, hati-hati karena modus baru cara merampok mobil sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Perampok melakukan aksinya dengan ... 

Sakit! Itu mungkin yang pertama-kali terlintas dalam pikiran sebagian masyarakat atas sebagian besar masyarakat yang lain. Bagaimana tidak? ada begitu banyak masyarakat yang setiap harinya ... 

Ukuran kemaluan memang berhubungan dengan masalah besar yang diperbuat. Beberapa tahun belakangan ini kita membaca banyak mendengar atau membaca berita mengenai pria-pria dengan nama besar ataupun ...

Kalau saja komunikasi Susno dan Kapolri baik-baik saja tentunya keinginan Susno pergi ke Singapore tidak perlu dicegah. Kalau saja semua informasi yang diberikan Susno ditindaklanjuti menurut ... 

Ada banyak jenis jebakan tikus. Lem tikus laku untuk hama ukuran kecil, kurang diminati karena tikus sering ditemukan masih hidup. Racun bisa untuk semua ukuran, ...