mitsubishi

International Market Open

Economic calendar

FOREX

Jumat, 02 Desember 2011

Sudah Waktunya Beralih dari Bahan Bakar Fosil



Harga minyak dunia yang terus bergerak naik yang pada hari ini telah mencapai US$ 122,36 untuk Brent Crude Oil,dan US$ 109,39 WTI Crude Oil, jika tidak kembali ke harga kisaran US$ 80 jelas akan memberikan dampak buruk pada iklim perekonomian kita. Ketidak mampuan pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak menunjukkan bahwa cadangan bahan bakar fosil kita sudah semakin menurun, jika menurut Menteri ESDM minyak kita masih mungkin diproduksi hingga 23 tahun lagi, maka menurut saya, dengan laju konsumsi seperti sekarang dan jumlah cadangan saat ini, maka produksi minyak kita hanya tinggal 7 tahun lagi. Tapi siapalah saya, apa untungnya mempercayai kalkulasi atas dasar asumsi yang saya buat.

Sekali lagi tentang kalkulasi. Mundurnya beberapa pejabat BPMIGAS berkaitan dengan ketidakmampuan mengkoordinasi KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) untuk meningkatkan produksi merupakan sinyal utama bahwa produksi minyak hampir tidak mungkin ditingkatkan lagi. “Bulan madu sudah berakhir kawan! Wake up man…” Mundurnya pejabat BPMIGAS karena pencapaian produksi 907 ribu barel dari 970 ribu yang ditargetkan mungkin merupakan pencapaian yang tertinggi hingga 7 tahun mendatang. Di tahun-tahun mendatang jelas jumlah kebutuhan dalam negeri akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk yang menukik tajam dengan laju pertumbuhan 2,5% per tahun. Saat ini komsumsi dalam negeri telah mencapai 1,3 juta barrel per hari dan akan terus meningkat hingga 2,2 juta barrel pada tahun 2020, dimana pada saat itu jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 304 juta jiwa.

Logikanya, semakin tinggi produksi yang ingin dicapai, semakin cepat pula cadangan minyak kita terkuras. Persoalan yang lain adalah saat ini pemerintah setiap harinya harus menombok sekitar 550 ribu barrel untuk konsumsi dalam negeri mengingat 15% dari total  produksi 907 barrel itu milik KKKS. Jika dihitung dengan harga minyak sekarang, katakanlah dengan harga WTI Crude Oil, maka sedikitnya pemerintah membelanjakan US$ 60,2 juta setiap harinya. Dengan kurs rupiah 8.650 per dollar maka belanja pemerintah itu mendekati 1/3  biaya gedung DPR yang akan dibangun itu.

Logikanya, semakin mudah persyaratan memiliki kendaraan bermotor, semakin banyak masyarakat memilikinya. Semakin lama BBM subsidi dipertahankan, semakin boros masyarakat menggunakannya. Semakin  boros BBM subsidi digunakan, semakin tinggi konsumsi bahan bakar dalam negeri. Semakin tinggi konsumsi minyak dalam negeri, semakin besar belanja pemerintah. Semakin besar belanja pemerintah untuk kebutuhan konsumtif, semakin besar penggunaan cadangan devisa. Akhirnya, cadangan devisa akan semakin kecil.. dan secara pasti, perekonomian kita akan semakin runtuh pada titik terendah, disaat minyak mencapai harga tertinggi, disaat kita harus membeli seluruh kebutuhan minyak dalam negeri, maka saat itu kita harus berhutang untuk membeli minyak demi kebutuhan konsumtif masyarakat yang telah dan terus dimanjakan bertahun-tahun dengan subsidi, demi apa yang yang disebut dengan “mempertahankan stabilitas politik”. Hutang-hutang itu pun tentunya didisain sedemikian rupa oleh pemberinya yang selanjutnya akan menjadi beban yang pada saatnya  nanti tidak mampu kita atasi lagi. Hingga akhirnya, bangsa ini menuju pada penghancuran yang mendasar, keterpurukan ekonomi, dan resiko perpecahan dari negara kesatuan yang selama ini berusaha dipertahankan.

Saat ini, sebelum terlambat, tidak ada yang lebih baik daripada menghentikan subsidi BBM! Penghentian ini akan memicu masyarakat Indonesia untuk kreatif menemukan bahan bakar alternatif, inovatif dalam teknologi terapan yang efektif dalam mengkonsumsi BBM yang mahal.

Ketika terpuruk dalam kemiskinan dan tekanan penjajahan, sejarah membuktikan bahwa bangsa ini mampu untuk tetap bertahan hidup. Kreatif, hingga masyarakat pedesaan pada waktu itu mampu menemukan bambu menjadi sayuran yang lezat (rebung). Atau apapun yang dari hewan potong tidak ada yang terbuang, mulai dari rujak jingur sampai sop buntut dan kerupuk kulit hingga sambal goreng darah. Sejak jaman Empu Gandring, kita adalah bangsa yang memiliki kemampuan mengolah metalurgi tingkat tinggi, hingga mampu memproduksi keris dari bahan campuran logam yang sebenarnya dalam mengolahnya membutuhkan kondisi tekanan dan temperatur tertentu. Namun bangsa kita, dengan hanya memanfaatkan keahlian dan teknologi tradisional, mampu memproduksi metal, keris yang memiliki kualitas yang bertahan berabad-abad.

Saatnya untuk bangkit dari kemalasan dan kemanjaan akibat penerapan BBM bersubsidi. Saatnya mendepak alasan-alasan klasik yang dapat muncul jika subsidi dicabut, seperti kerusuhan sosial, ketidakstabilan politik, dan sebagainya. Hentikan pembodohan. Bangkit, kembalilah pada karakter dasar bangsa yang kreatif dan inovatif. Temukan energi-energi baru yang ramah lingkungan, murah dan dapat diperbaharui. Sudah waktunya beralih dari penggunaan bahan bakar fosil yang mahal, dan yang jelas-jelas telah menjadi penyebab utama pada masalah pemanasan global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar