mitsubishi

International Market Open

Economic calendar

FOREX

Kamis, 10 November 2011

Dunia Melihat Rupa, Tapi Kau Memandangku


1297083209890814000
Foto: KOMPAS



Judul itu saya kutip dari syair sebuah lagu. Saya mengutip syair ini untuk mencoba membuka hati mereka yang telah dengan terang-terangan mendemonstrasikan sikap diskriminasi terhadap sesamanya.  Kejadian penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik adalah sebuah peristiwa yang sangat memilukan.  Itu bisa dibilang sikap arogansi perorangan ataupun kelompok yang memaksakan kehendaknya dengan kekerasan, tanpa memandang jauh ke dalam dari sisi kemanusiaan dan Penciptanya.

Negeri ini telah pernah dijajah dan dijelajahi oleh aneka bangsa. Pada masa itu pula, setiap penjajah dan penjelajah membawa kekuatan dan keimanannya, mendirikan tempat-tempat ibadah dan melaksanakan ibadahnya secara terbuka.  India membawa agama Hindu, Mongol membawa agama Budha, Portugis membawa Katolik, Belanda membawa Kristen Protestan, dan Arab membawa Islam. Sementara nenek moyang kita sendiri adalah pemeluk Animisme.

Nenek moyang kita jelas sebagai suatu bangsa yang terbuka atas suatu pembaharuan. Menilai setiap budaya baru dengan arif. Sudah berabad-abad sebagian penduduk di gunung Bromo beragama hindu tanpa merasa terancam eksistensinya oleh kedatangan agama-agama lain. Itu karena keimanan yang mereka miliki sebagai sesuatu yang hakiki. Demikian juga dengan sebagian suku Dayak di Kalimantan dan sebagian orang Irian. Hingga kini pun mereka masih tetap sebagai pemeluk animisme. Bagaimanapun dunia moderen tengah berderu-deru di sekitarnya, keimanan mereka seperti tak tersentuh, dunia seperti tak mampu  mempengaruhi keimanan serta apa yang diyakininya. Bukankah mereka tetap menunjukkan jiwa besar dalam menghargai dunia? Rasanya tidak pernah kita mendengar mereka berdemo menentang pendatang karena merasa takut eksistensi kepercayaan mereka akan terusik. Yang ada justru sikap yang wajar mereka dalam melindungi tempat-tempat yang disucikan  sebagaimana yang diwariskan oleh leluhurnya.

Jadi kenapa harus kuatir dengan eksistensi? Manusia kini telah masuk dalam abad moderen yang jauh lebih baik, cepat dan akurat dalam mendapatkan informasi. Dengan itu, siapapun akan memiliki kesempatan yang lebih baik dalam mempertimbangkan sebelum memutuskan sesuatu. Apalagi dalam masalah keimanan. Maka buanglah kekuatiran itu jauh-jauh.  Kekuatiran yang berlebihan akan menjadi benih-benih diskriminasi terhadap sesama. Kekuatiran yang berlebihan menjadikan “Dunia melihat rupa”, sebuah makna diskriminasi atas ras, agama, suku dan bangsa. Sementara potongan syair “Tapi Kau memandangku” memiliki makna bahwa Sang Pencipta adalah adil dan selalu memihak serta tidak akan membiarkan mereka yang lemah, yang dianiaya, yang tengah dihancurkan, serta yang didiskriminasi secara semena-mena oleh sesamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar